Senin, 21 November 2016

Tumpeng

0

Gambar: Tumpeng
Sumber: https://goo.gl/8NKb3t
          Dalam kehidupan bermasyarakat, ada beberapa kebiasaan atau adat-istiadat yang khas yang terus dilakukan, dikerjakan, dan dipelihara secara turun-temurun pada setiap generasi. Pada beberpa kegiatan budaya, terdapat bebrapa kegiatan khas yang dilakukan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah berbagi makanan. makanan yang dibagikan dalam kegiatan ini jenisnya beragam, salah satunya adalah tumpeng. Tumpeng adalah makanan khas masyarakat jawa yang berupa nasi dan lauk-pauk yang ditata atau dibentuk kerucut seperti gunung. Biasanya tumpeng disajikan pada acara syukuran dan acara kebudayaan lainnya.
           
            Tumpeng mempunyai peran dalam kegiatan kebudayaan di kehidupan masyarakat, terutama di pulau Jawa. Bagi orang jawa membuat tumpeng adalah kebiasaan atau tindakan berdasarkan tradisi. Namun, dalam kegiatan budaya masing-masing tujuan orang membuat nasi tumpeng berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi. Ada macam-macam tujuan dalam pembuatan tumpeng seperti, sajen (sesaji), sadaqh (sedekah) dan punjung (bulubekti). Sajen (sesaji) merupakan pemberian manusia kepada Yang Maha Kuasa. Sadaqah (sedekah) merupakan pemberian dari orang yang kaya kepada orang miskin, atau dari atasan ke bawahan. Pemberian tersebut dapat diartikan sebagai tanda kasih saying. Punjung (bulubekti) merupakan pemberian orang dari strata rendah ke strata yang lebih tinggi sebagai tanda kesetiaan dan pengabdian.

          Dalam penyajiannya, tumpeng mempunyai makna pada setiap tatanannya. Tumpeng yang berbentuk kerucut menyimbolkan hubungan manusia dengan sang pencipta, dan berbagai lauk pauk yang beragam menyimbolkan tentang lika-liku kehidupan manusia yang bermacam-macam. Tumpeng yang berbentuk kerucut mempunyai makna hubungan dengan manusia dan sang pencipta, yang bentuknya semakin keatas semakin runcing. Begitulah tahap-tahap kehidupan manusia berawal dari bawah dengan berbagai macam lika-liku kehidupan. Hingga yang paling atas merupakan tingkatan suci yang tidak lagi memikirkan masalah duniawi.


           Pada proses pembuatan tumpeng terdapat aturan-aturan dalam pemilihan lauk-pauk. Lauk yang dipilih harus memiliki unsur dalam tanah (contohnya: umbi-umbian), atas tanah (contohnya: sayuran, buah), hewan (contohnya: ayam), dan laut (contohnya: ikan, udang). Unsur tanah melambangkan bahwa tindakan manusia harus direncanakan, dan dilakukan sesuai rencana serta hasilnya dievaluasi. Unsur atas tanah umumnya yang digunakan adalah sayur bayam artinya tentram, tauge artinya tumbuh, kacang panjang berarti berpikir kedepan, dan kangkung artinya melindungi. Unsur hewan yang biasanya digunakan adalah ayam yang dimasak ingkung. Hal tersebut mempunyai arti menyembah tuhan dengan khusuk dan hati yang tenang. Sementara unsur laut memiliki arti hidup seperti air yang mengalir.


Referensi:
Pramudita, 2014. [Online]
Available at: http://digilib.uinsby.ac.id/768/5/Bab%204.pdf
[Accessed 18 11 2016].
Rondhi, M., n.d. Tumpeng: Sebuah Kajian Dalam Perspektif Psikologi Antropologi, Semarang: FBS UNNES.

Gudeg Makanan Khas Jogjakarta

0

Gambar: Gudeg
Sumber: https://goo.gl/LRVhpp

          Ketika kita mengunjungi Jogjakarta tidak lengkap rasanya bila belum mencicipi makanan-makanannya. Selain harganya yang murah meriah, banyak sekali makanan yang rasanya enak. Mulai dari makanan khas pinggir jalan seperti angkringan, nasi pincuk, bakpia patok, dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun yang paling popular dibanding semua makanan khas Jogjakarta yang lain adalah gudeg. Gudeg adalah makanan khas Jogjakarta yang ternyata dari nangka yang diolah dan disajikan dengan nasi serta lauk lainnya. Karena menjadi makanan khas dari daerah Jogjakarta tak jarang gudeg dijadikan buah tangan bagi sanak saudara setelah berkunjung dari Jogjakarta.

         Gudeg pertama kali muncul pada tahun 1819 yang merupakan makanan yang merakyat di daerah Jogjakarta. Pada jaman penjajahan tersebut komoditas pertanian menjadi andalan pemasukan negara seperti teh, kopi dan jati. Sementara nangka tidak menjadi incaran para penjajahan karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Padahal jumlah produksi nangka pada saat itu melimpah dan hampir setiap warga memiliki pohon nangka di halaman rumah. Oleh karena itu masyarakat memanfaatkan nangka untuk diolah menjadi makanan yang hingga sekarang dikenal dengan nama gudeg. Nama gudeg diperoleh dari cara pengolahan makanannya, yaitu diaduk dalam bahasa jawa diudeg. Pengolahannya di aduk berulang-ulang diatas kayu besar agar tidak gosong atau anggudeg.

         Ada beberapa jenis gudeg yang dibuat yaitu, Gudeg kering, Gudeg basah, Gudeg Solo, dan Gudeg Manggar. Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, lebih kental santan pada masakan padang. Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer. Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih. Gudeg Manggar, yaitu gudeg yang menggunakan putik bunga kelapa.

Referensi: 
Abadi, D. & Budhy, A., 2015. Daerah Istimewa Gudeg, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Onde Merah Putih

0

Gambar: Onde Merah Putih
Sumber: https://goo.gl/ZvYKlc
          Ada banyak makanan di sekitar kita yang sebenarnya merupakan serapan dari budaya lain. tanpa kita sadari, sebenarnya makanan-makanan tersebut mempunyai makna tersendiri. Salah satu makanan yang merupakan penyerapan dari budaya asing adalah Onde merah putih atau yang biasa kita kenal ronde. Untuk kalian yang pernah berwisata ke daerah Jogjakarta dan Jawa Tengah pasti sudah pernah menemui makanan ini yang biasanya dijual pada malam hari. Onde atau yang biasa kita kenal dengan ronde merupakan makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung beras ketan yang dikonsumsi dengan kuah jahe atau gula. Tanpa kita sadari ternyata bentuk, warna, dan kuahnya mempunyai makna dan maksud tersendiri.

         Sebenarnya onde merah putih ini biasanya di sajikan dalam festival Dong Zhi atau festival musim dingin. Kata Dong mempunyai makna musim dingin, sedangkan Zhi artinya adalah paling atau sangat. Pada festival Dong Zhi musim dingin mencapai puncaknya karena matahari berada posisi balik selatan. Oleh karena itu untuk menghangatkan tubuh pada puncak musim dingin dibuatlah makanan Onde Merah Putih dengan kuah jahe untuk menghangatkan tubuh.

        Dalam penyajiannya pada festival Dong Zhi, Onde merah putih disajikan sebagai hidangan sembayang Dong Zhi dan sebagai hidangan keluarga. Pada sembayang Dong Zhi, onde merah putih yang disajikan berjumlah 6 onde merah, 6 onde putih, dan 1 onde merah besar isi kacang. Sementara sebagai hidangan keluarga, onde merah putih dikonsumsi pertama kali sesuai dengan jumlah usia di tahun yang akan datang. Satu onde kecil melambangkan 1 tahun dan 1 onde besar melambangkan 10 tahun. Sebagai contoh jika usia kita pada tahun depan adalah 25, maka kita makan 2 onde besar dan 5 onde kecil. Setelah mengkonsumsi onde pertama kali apabila masih ingin mengkonsumsi lagi, maka tidak mengikuti umur lagi namun sesuai selera.

         Setiap bentuk dari onde merah putih mempunyai makna dan maksud masing-masing. Warna merah dan putih melambangkan keseimbangan hidup (Yin & Yang). Dimana dalam hidup semuanya harus seimbang dan tidak berlebihan. Bentuknya yang bulat mempunyai makna kesempurnaan. Sementara teksturnya yang kenyal dan lengket mempunyai makna yaitu doa dan harapan agar keluarga tetap harmonis dan terus bersatu. Sedangkan jumlah 12 onde kecil mempunyai arti jumlah bulan dalam setahun. Sementara 1 onde besar artinya keberkatan yang diberikan tuhan selama satu tahun.

Referensi:
Ing, H. T. T., 1984. Tata Agama dan Tata laksana Upacara Agama Khonghucu. Sala: MATAKIN.
Lan,N.J.,2013. Peradaban Tionghoa: Selayang Pandang. Jakarta: KPG.

Jumat, 11 November 2016

Apem: Simbol Permohonan Maaf

0

Kue Apem
Sumber: https://goo.gl/VCouEb
          Kue Apem adalah kue tradisional yang terbuat dari tepung beras dan santan yang biasanya berbentuk menyerupai mangkuk kecil atau lempengan piring kecil yang tipis dan sangat populer. Apem merupakan makanan yang lekat dengan sejarah dan kebudayaan yang ada di pulau Jawa. Pada beberpa tradisi apem menjadi makanan yang lekat dengan simbol dan mempunyai arti tertentu. Salah satu contoh tradisi yang menggunakan apem sebagai makanan simbolik dalam perayaannya adalah tradisi Yaa Qowiyyu di daerah klaten.

           Makna dari nama apem merupakan adopsi dari Bahasa arab afwan yang artinya maaf. Apem dismbolkan sebagai bentuk kata maaf yang diungkapkan dengan cara membagikannya ke warga yang lain (Paramudita, 2014). Sama seperti tumpeng yang merupakan bentuk peleburan budaya hindu - jawa, apem juga merupakan bentuk peleburan dari budaya arab jawa. Apem juga mempunyai simbol kesederhanaan yang terlihat dari bahan-bahan yang digunakan seperti tepung terigu, tape, gula, dan garam serta dari cara membuatnya yang tidak membutuhkan waktu yang lama pada pembuatanya namun tetap enak untuk di nikmati.
Tradisi Yaa Qowiyuu
Sumber: https://goo.gl/JbCA3z
         Apem menjadi bentuk komunikasi secara non-verbal pada kegiatan perayaan budaya. Contohnya pada perayaan Yaa Qowiyyu. Yaa Qowiyyu adalah upacara yang dilakukan oleh Kyai Ageng Gribig dalam menyebarkan agama islam di daerah Jatianom, klaten. Awal mula dari tradisi Yaa Qowiyyu adalah ketika Kyai Ageng Gribig pulang dari tanah suci dan membawa bebrapa oleh-oleh. Sepulang dari tanah suci ada tiga hal yang dibawa oleh Kyai Ageng Gribig, yaitu air, tanah atau air, dan kue untuk diberikan kepada para sahabat dan masyarakat. Ketiga hal tersebut digunakan oleh Kyai Ageng Gribig dalam berdakwah. Ketika Kyahi Ageng Gribig pulang dari Tanah Suci para santrinya memohon keberkahan Allah lewat  Kyahi  Ageng  Gribig  dengan  doa, yang  kemudian  doa  tersebut  disampaikan  secara  menyeluruh.  Ketika para santri Kyahi Ageng Gribig berkumpul di pesantren, mereka disuguhi kue oleh oleh dari Tanah Suci. Kue yang dibagikan kepada para santri juga masyarakat kemudian diberi nama “Apem” yang berasal dari kata “Affun” yang berarti ampunan. Diharapkan semua orang mendapat ampunan dari Allah SWT, juga mendapat ampunan antar sesama umat manusia (Handayani, 2015).


Referensi:
Handayani, N. M., 2015. Sebar Apem "Yaa Qowiyyu", Surakarta: Fakultas Seni Rupa dan Desain.

Paramudita, 2014. [Online] Available at: digilib.uinsby.ac.id/768/5/Bab%204.pdf [Accessed 31 Oktober 2016].

BUDAYA DAN MAKANAN

0




Gambar Tumpeng
sumber: https://goo.gl/TTgBQ0
Seperti yang kita tahu, dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan makanan sebagai sumber energi dan sumber gizi bagi tubuh manusia. Tanpa makanan tubuh akan kekurangan energi dan akan lemas dalam menjalani kegiatan. Selain sebagai sumber gizi dan sumber energi bagi tubuh, makanan juga punya peran lain dalam kegiatan manusia yaitu sebagai simbol dalam kebudayaan. Jika kita perhatikan, khususnya di Indonesia, makanan menjadi bagian penting dalam setiap kegiatan budaya. Makanan menjadi sesuatu yang sakral dan harus ada di setiap kegiatan kebudayaan serta mempunyai arti tersendiri dalam kegiatan tersebut.

Di Indonesia sendiri banyak makanan yang muncul sebagai simbol dalam beberapa perayaan kebudayaan. Contohnya seperti tumpeng, apem, onde merah putih dan masih banyak makanan yang lainnya. Setiap makanan tersebut mempunyai makna tersendiri dalam setiap perayaan. Ada yang berupa bentuk rasa syukur, sebagai doa, sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan orang terdahulu dan sebagai ungkapan untuk memperingati suatu kejadian.

Banyak sekali makna yang tersimpan dalam setiap penyajian makanan di setiap kegiatan budaya. Setiap makna tersebut arti yang menarik untuk dibahas. Oleh karena itu untuk artikel-artikel kedepannya penulis akan membahas beberapa makanan dan maknanya dalam kegiatan budaya. selamati menikmati.
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net