Sabtu, 25 Juni 2016

Nomor Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT)

1


Sumber: https://goo.gl/SD2wpV

Makanan merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia. Oleh karena itu keamanan dan kebersihannya harus dijaga, agar konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut dapat terhindar dari masalah kesehatan akibat mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. Selain bisa diolah secara pribadi dirumah, makanan juga bisa dibeli diluar. Misalnya seperti snack atau cemilan, makanan di warung-warung atau restoran yang terdapat disekitar.
Pentingnya makanan sebagai kebutuhan manusia membuat banyak produsen makanan berlomba-lomba dalam mambuat makanan yang menarik agar dibeli dan memperoleh keuntungan. Akan tetapi kurangnya kesadaran akan keamanan dan kesehatan makanan terkadang produsen melakukan segala cara dan mementingkan keuntungan semata. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan dari suatu lembaga atau instansi pada produk makanan yang beredar dimasyarakat agar konsumen dapat merasa aman dalam mengkonsumsi makanan.
Salah satu bentuk pengawasan terhadap peredaran makanan yang berada dipasaran adalah dengan adanya nomor Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) pada kemasan makanan. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Pasal 1 ayat 14 P-IRT merupakan nomor pangan Industri Rumah Tangga (IRT) yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah tangga (SPP-IRT) dan wajib dicantumkan pada label pangan IRT yang telah memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT. SPP-IRT diberikan setelah IRTP memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah sertifikat penyuluhan keamanan pangan dan hasil rekomendasi pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga.
Industri rumah tangga yang ingin mendaftarkan produknya agar mempunyai nomor P-IRT harus mempunyai SPP-IRT terlebih dahulu. Untuk memperoleh SPP-IRT pemilik atau penanggung jawab dari usaha harus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP). Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota atau kabupaten Setempat. Setelah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) pemohon akan memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan yang merupakan salah satu syarat dalam mengajukan SPP-IRT. Pengajuan permohonan SPP-IRT dapat dilakukan di Dinas Kesehatan setempat atau Kantor Walikota atau Bupati. Sebagai conoh untuk wilayah kota Tangerang pengurusan dapat dilakukan di kantor Walikota dengan badan yang menangani adalah Badan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP). Kemudian pemohon mengambil formulir seperti yang terdapat pada contoh dibawah ini,

Gambar 1. Contoh formulir SPP-IRT untuk wilayah Kota Tangerang

Setelah mengisi semua formulir dan melampirkan semua persyaratan yang ditentukan, kemudian akan dilakukan pemeriksaan sarana produksi industry rumah tangga. Proses ini akan dijadwalkan oleh Dinas Kesehatan kapan kira-kira dilakukan. Jika hasil pemerikasaan sarana produksi menunjukan bahwa industry rumah tangga telah sesuai dan dianggap telah baik maka pemohon akan memperoleh SPP-IRT dimana pada SPP-IRT tersebut tercantum nomor P-IRT yang bisa dicantumkan pada label kemasan produk pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Sabtu, 18 Juni 2016

Bahan Tambahan Pangan: Pemanis Sakarin

0


Bahan tambahan panagan atau food additive adalah bahan atau campuran bahan yang tidak terdapat pada bahan makanan itu sendiri yang ditambahkan kedalam bahan makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk dari makanan. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan bahwa Bahan Tambahan Pangan yang disingkat BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung, dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dana tau pengangkutan pangan untuk menghasilka atau diharapkan menghasolkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat bahan pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
Salah satu jenis bahan tambahan pangan adalah pemanis. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat kimia sekaligus sumber kalori bagi tubuh. Pemanis dapat dikelompokan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman seperti tebu dan bit. Contoh dari pemanis alami adalah sukrosa, laktosa, maltose, dan lain-lain. Sedangkan beberapa contoh untuk pemanis buatan adalah sakarin, siklamat, aspartame, dan lain-lain (Cahyadi, 2012).
Sakarin ditemukan pertama kali pada tahun 1897 secara tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptic dan baru pada tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakari digunakan sebagai sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil nonkarsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya relatif murah. Dalam penggunaannya pemanis buatan sakarin terdapat batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk menghindari dampak negatif bagi konsumen. Di Indonesia penggunaan bahan tambahan pangan pemanis sakarin diatur penggunaannya melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis.  Batasan dari penggunaan sakarin dapat dilihat dibawah ini:


Kategori Pangan
Batas Maksimum (mg/Kg)
Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi (contohnya susu cokelat, eggnog, minuman yoghurt, minuman berbasis whey)
80
Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya puding, yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah)
200
dihitung terhadap produk siap konsumsi
Buah dalam kemasan (pasteurisasi /sterilisasi)
200
Jem, jeli dan marmalad
200
Makanan pencuci mulut  (dessert)
berbasis  buah  termasuk  makanan
pencuci  mulut  berbasis  air  berflavor
buah
100
dihitung terhadap produk siap konsumsi (as consumed)
Sayur dan rumput laut yang dimasak
160
Produk kakao dan cokelat
100
Serealia untuk sarapan, termasuk rolled oats
100
Makanan pencuci  mulut  berbasis serealia  dan  pati  (misalnya  puding  nasi, puding tapioka)
100
dihitung terhadap produk siap
konsumsi (as consumed)
Keik, kukis dan pai  (isi  buah  atau custard,vla)
170
Premiks untuk produk bakeri  istimewa (misalnya keik, panekuk)
170
Makanan pencuci mulut berbahan dasar telur (misalnya custard)
100
Gula  dan  sirup  lainnya  (misal  xilosa, sirup maple, gula hias). Termasuk semua jenis  sirup  meja  (misal  sirup  maple), sirup untuk hiasan produk bakeri dan es (sirup karamel, sirup beraroma) dan gula untuk  hiasan  kue  (contohnya  kristal gula berwarna untuk kukis)
300
Sediaan  pemanis,  termasuk  pemanis buatan  (table  top  sweeteners,  termasuk yang  mengandung  pemanis  dengan intensitas tinggi)
CPPB
Sup dan kaldu
110
Saus dan Produk Sejenis
160
Saus kedelai
160
Makanan  diet  khusus  untuk  keperluan kesehatan,  termasuk  untuk  bayi  dan anak-anak  (kecuali  produk  kategori pangan 13.1)
200
(kecuali produk bayi) dihitung terhadap produk siap konsumsi (as consumed)
Pangan  diet  untuk  pelangsing  dan penurun berat badan
150
dihitung terhadap produk siap
konsumsi (as consumed)
Konsentrat sari buah
300
dihitung terhadap produk siap
konsumsi (as consumed)
Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat
120
dihitung terhadap produk siap
konsumsi (as consumed)
Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat,  termasuk  punches dan ades
120
dihitung terhadap produk siap konsumsi (as consumed)
Minuman  konsentrat  (cair  atau  padat) untuk minuman berbasis air berperisa
300
dihitung terhadap produk siap
konsumsi (as consumed)
Kopi,  kopi  substitusi,  teh,  seduhan herbal,  dan  minuman  biji-bijian  dan sereal panas, kecuali cokelat
100
dihitung terhadap produk siap
konsumsi (as consumed)
Bir dan minuman malt
80
Anggur
80
Minuman beralkohol  yang  diberi  aroma (misalnya minuman    bir,  anggur  buah, minuman cooler-spirit, penyegar    rendah alkohol)
80
Makanan ringan siap santap
100



DAFTAR PUSTAKA:


Cahyadi, W. (2012). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis


Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan bahwa Bahan Tambahan Pangan
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net